Thursday, February 23, 2017

Penguatan Karakter Pro-sosial melalui Nilai-nilai Peribadatan Shalat

Selamat malam teman-teman, pernahkah teman-teman tahu dai nilai-nilai yang tekandung dalam shalat?? Nah teman-teman kali ini saya akan menyampaikan apa yan di tulis oleh guru saya tentang salah satu nilai-nilai peribadatan shalat, yaitu penguatan karakter pro-sosial. Oke langsung simak aja ya..
 
Dalam buku sejarah shalat diceritakan? Bahwa ketika Jepang menjajah Indonesia, yang pertama kali dilakukan adalah "memaksa" umat Islam untuk menyembah matahari untuk mengacaukan keimanan. Bangsa Jepang pada saat itu tidak takut oleh banyaknya jumlah umat islam, tetapi mereka benar-benar takut, khawatir kalau umat islam mengerti  shalatnya. Peribadatan shalat yang diawali dengan takbiratul ikhram, membawa pesan egiter, kesetaraan. Ketika kita shalat dengan mengangkat kedua tangan dan mengucapkan Allahu akbar, itu artinya kita berserah diri sepenuhnya dan menyatakan komitmen hanya Allah Yang Maha Besar, semua manusia dimanapun sama harkat dan martabanya, tidak ada bedanya, tidak ada bangsa yang lebih mulia, karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan. Bangsa-bangsa yang pernah menjajah Indonesia yakin bahwa  tidak akan ada penjajahan yang bertahan 3 bulanpun bila bangsa Indonesia mengerti pesan moral peribadatan shalat. Karena shalat merupakan sistem peribadatan yang sarat nilai keimanan dan padat nilai tauhid sosial. Apalagi dengan mengalami penguatan atau penegasan berulang setiap hari dan sepanjang kehidupan. Ketika penulis melakukan penelitian tentang "pengembangan nilai-nilai peribadatan shalat untuk membentuk keshalehan sosial siswa di kab. Bandung", beberapa hal dapat kami sampaikan. 1. Pembelajaran PAI pada waktu itu (2008),  masih Fiqh minded, dengan proporsi fiqh lebih dari 60 % dari keseluruhan bahan ajar, 2. Ketika mengkaji dokumen persiapan guru mengajar pada pokok bahasan shalat sekalipun, pembahasannya tidak sampai pada moral/akhlak shalat. Padahal niscayanya shalat, berhubungan dengan nilai-nilai kehidupan nyata dalam keseharian, baik pesan moral sosial, Spiritual, kesehatan, kosmologi dll. Dalam term kurikulum sekarang disebut CTL (kontekstualisasi bahan ajar).  Bahkan dalam teori kurikulum diisyaratkan bahwa pembelajaran harus mencakup curriculum as idea (kurikulum spirit zaman), as document (kur tertulis), as proccess (kur as proccess yg on going ), as reality (kur sesuai fakta yg faktual) dan cur. as product (kur sebagai produk. Pada masa lalu kur as product atau hasil sering dijadikan ukuran keberhasilan atau kegagalan pendidikan. Ini yang kurang tepat atau salah kaprah, karena kur. itu satu paket terpadu dari ide, proses dan hasil). 3. Pengembangan nilai-nilai peribadatan shalat, acapkali berhadapan dengan interpretasi dan rekonstruksi makna yang terbatasi oleh sistem nilai yang dianut oleh guru PAI dan alih-alih ewuh pakewuh mazhabisme di masyarakat. Padahal Islam memberikan ruang untuk merekatkan makna kontekstual dari rujukan tekstual (maqoshidu asy syariah), 4. Kuatnya pemahaman dan pembiasaan shalat sebagai ibadah yg hanya ritualistik dan sarat formalistik yang terkadang kering dari nilai spiritual, sikap sosial, membukakan hasanan dan hazanah pengetahuan, memupuk keterampilan, dan bahkan sampai pada sikap leadership (pesan shalat berjamaah) dan nilai entrepreneurial (terilhami produksi alat-alat shalat dll). Contoh tegas, yang disebut orang lalai dalam shalat bukan fii (dalam shalat) tetapi 'an (dari) shalat (QS al-Maa'un:4-5). Sungguh indah, bila semua sistem peribadatan yang dilakukan mendapat rekonstruksi makna yang penuh kebermaknaan, maka kemajuan bangsa Indonesia tidak perlu menyewa sistem nilai budaya bangsa lain. Sebab bila digali, bangsa kitapun telah memiliki kekayaan nilai yang lahir dari believe system (sistem keyakinan agamanya masing-masing) yang kemudian berakulturasi dengan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia, dan terinternalisasi menjadi sistem berpikir sistemik yang dapat mengantarkan pola berperilaku santun dan akhirnya menjadi warna perbuatan yang berkarakter ke-Indonesiaan sejati. Sebagai contoh pembelajaran shalat yang diawali takbirotul ikhrom (dengan pesan egaliter, kesetaraan) dan diakhiri salam, (yang membawa pesan pro-sosial, assalamu'alai-KUM, bukan assalamu alai-KA, (doa keselamatan bagi semua, maka harapan melahirkan generasi yg pro-sosial, bersahabat dan santun  optimis bisa dicapai dengan baik. Agar tidak sekedar berwacana, telah ditulis buku praktis pembelajaran  "Akhlak Mulia Berbasis PAI" dan "Shalat: Revolusi Moral Sosial". Untuk itu, tetap positif agar kita senantiasa mendapatkan titik terang pelajaran hidup berharga dari-Nya. Aamiin 
Oleh Mursidin Pendiri SMK ATM LEMAHSUGIH MAJALENGKA JAWA BARAT

Bagaimana teman-teman, sekarang sudah tahukan nilai-nilai peribadatan shalat? ini hanya satu dari banyak manfaat dari nilai-nilai shalat, insya allah selanjutnya akan dibahas lagi tentang nilai-nilai peribadatan shalat..
semoga bemanfaat..